Nama lengkapnya adalah Malik
bin Anas Abi Amir al Ashbahi, dengan julukan Abu Abdillah. Ia lahir
pada tahun 93 H, Ia menyusun kitab al Muwaththa, dan dalam
penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia
menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun
100.000 hadits, dan yang meriwayatkan al Muwaththa’ lebih dari seribu
orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30
naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur
adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah ‘Ulama berpendapat
bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah
ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi
sebagai gantiAl Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm
berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum
mengetahui bandingannya.
Hadits hadits yang terdapat
dalam al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan
munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad,
222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping
itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai
kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut
bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik
sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab
yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan
mu’dhal yang terdapat dalam al Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari
900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in
tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib
bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al
Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah
Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan
darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya
seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al
Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu
Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy
Safi’I, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
An Nasa’I berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, terpercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”. (Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Ia wafat pada tahun 179 H
versi lanjut dengan terjemahan indonesia
Dalam sebuah kunjungan ke kota
Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun Al Rasyid (penguasa saat itu),
tertarik mengikuti ceramah al muwatta' (himpunan hadits) yang diadakan
Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam.
Namun Imam Malik memberikan nasihat kepada Khalifah Harun, ''Rasyid,
leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat
menghormatinya. Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak
seorang pun akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu,
sementara ilmu tidak akan mencari manusia.''
Sedianya, khalifah ingin agar
para jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun,
permintaan itu tak dikabulkan Imam Malik. ''Saya tidak dapat
mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang
pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua
putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.
Imam Malik yang bernama lengkap
Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris
bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah
pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab
terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah
datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah
nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu
Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada
tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.
Kakek dan ayahnya termasuk
kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil
Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia
merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat
kehadiran ulama-ulama besarnya.
Kendati demikian, dalam mencari
ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang
imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya
pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat
intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan.
Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
Karena keluarganya ulama ahli
hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan
paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama
terkenal seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad,
Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir.
Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi'in ahli hadits,
fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Malik
telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir
seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat
khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma'mun,
pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi'i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan
para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal
Imam Malik mencapai 1.300 orang.
Ciri pengajaran Imam Malik
adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya.
Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia
menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah
suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak
keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang
membahas hadits Nabi.''
Ketegasan sikap Imam Malik
bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan
penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang
tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far,
gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah
Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at
(janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru
berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at
kepada khalifah yang mereka tak sukai.
Ia pun mengingatkan gubenur
tentang tak berlakunya bai'at tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya
perceraian paksa. Ja'far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan
pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubenur Ja'far merasa terhina
sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik
sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak
keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja'far seakan
mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat
menghalangi kehendak sang penguasa.
Namun, ternyata Khalifah Mansur
tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar
penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum
keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam.
Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di
ibukota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah
mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang imam.
Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tidak
meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi
keluar Madinah kecuali untuk berhaji.
Pengendalian diri dan kesabaran
Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua
orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang
memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa
cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila
menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik
tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat
hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat
duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.
Dari Al Muwatta' Hingga Madzhab Maliki
Al Muwatta' ialah kitab fikah yang menghimpunkan hadis-hadis pilihan. Ia menjadi rujukan penting, khususnya mazhab Maliki. Karya terbesar Imam Malik ini memiliki banyak keistimewaan kerana disusun berpandukan Al-Quran, hadis dan fatwa para sahabat Rasulullah SAW.
Penulisan kitab Al-Muwatta' ini dimulakan oleh Imam Malik selepas pertemuannya dengan khalifah Abu Jaafar al-Mansur di Mina pada Musim Haji. Selepas beliau menolak tawaran khalifah menjadi kadi dan berpindah ke Baghdad, khalifah Abu Jaafar al-Mansur meminta Imam Malik mengumpuikan ilmunya ke dalam sebuah kitab supaya dapat menjadi rujukan generasi akan datang. Kitab Al Muwatta' ditulis di masa
Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).
Dunia Islam mengakui Al
Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah
Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan
terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi.
Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang,
Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan
ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al
Muwatta', Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang
berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.
Imam Malik tak hanya
meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan
Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa
Imam Malik dan Al Muwatta', kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra,
Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar
Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid),
Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya
Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik
(karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.
Di samping sangat konsisten
memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek
kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum
yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur'an, Sunnah
Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli
al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan
yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
Mazhab Maliki pernah menjadi
mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia,
Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara
yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut.
Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali.
Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak.
Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut
Mazhab Maliki.
Rujukan: http://addienblog.blogspot.com/
Imam Maliki, Pengarang Kebenaran - Abdul Latip Talib.
Nice words :)
ReplyDelete